Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merayakan hari jadi 16 April.
Hampir semua operasi militer diikuti korps baret merah tersebut. Banyak
serpihan cerita menarik di setiap palagan operasi.
12 Maret 1958, satu kompi pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD) ditugaskan merebut Pekanbaru, Riau. Saat itu Sumatera telah
bergolak. Sebagian daerah yang tak puas pada pemerintah Jakarta
mendirikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Maka Jakarta membalas aksi PRRI dengan operasi militer. Mereka
mengirimkan pasukan untuk menguasai Sumatera dari para kolonel
pembangkang.
7 Pasukan elite dan mematikan di dunia
Panglima TNI: Penyerbu lapas ada yang bilang 11, 14 dan 9 orang
Kompi A RPKAD dipimpin Lettu Benny Moerdani. Mereka diberangkatkan
dari Pangkal Pinang dengan pesawat Dakota untuk terjun di daerah
landasan udara Simpang Tiga. Tugas mereka merebut landasan itu agar
pesawat Angkatan Udara bisa segera mendarat membawa perbekalan dan
pasukan tambahan.
Walau memimpin pasukan terjun, Benny Moerdani belum pernah terjun
payung sebelumnya. Ketika RPKAD mengadakan latihan terjun, Benny sedang
sakit.
Tapi Benny tak takut, dia hanya berpesan kalau ragu-ragu agar
didorong saja keluar dari pesawat. Soal penerjunan pertama ini ditulis
Julius Pour dalam buku Benny Tragedi Seorang Loyalis yang diterbitkan
KAta.
Informasi intelijen menyebutkan Simpang Tiga dan Pekanbaru dijaga 800
tentara PRRI. Tentunya risiko penerjunan besar sekali, mendarat tepat
di jantung musuh.
Benny dan pasukan terjun serta mendarat mulus. Walau tak pernah terjun, Benny bisa mendarat dengan baik.
Para pemberontak tak mengira pasukan dari Jakarta telah mendarat.
Begitu melihat RPKAD yang datang, mereka ambil langkah seribu. Sama
sekali tak berani melakukan perlawanan. Pasukan PRRI begitu saja
meninggalkan peralatan perang dan bantuan dari Amerika Serikat yang baru
dikumpulkan di landasan.
Saat itulah Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Benny, menendang sebuah
peti kayu. Perwira muda RPKAD itu terkejut setengah mati melihat isinya.
"Wah duit, Ben! Uang, gimana ini?" kata Dading.
"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny.
Selain uang, pasukan baret merah itu dikejutkan dengan persenjataan
para pemberontak yang ditinggalkan. Jumlahnya melimpah. Semuanya senjata
modern, bahkan ada bazooka. TNI sama sekali belum memiliki
senjata-senjata secanggih itu.
Walau menerima bantuan senjata dari asing, rupanya PRRI tak punya
semangat juang yang tinggi. Setelah Pekanbaru, berikutnya TNI bisa
merebut Padang, Jambi, Medan, Jambi dan daerah-daerah yang dikuasai
pemberontak.
Seorang bintara pensiunan baret merah, Peltu Nadi (86) berkisah soal
perebutan Sumatera pada merdeka.com. Dia membenarkan memang perlawanan
PRRI tak begitu berat.
"Mereka punya senjata lebih canggih, tapi semangat bertempur lemah.
Apalagi kalau sudah mendengar harus berhadapan dengan RPKAD. Sengaja
juga dibuat kabar RPKAD yang diterjunkan satu batalyon. Padahal satu
kompi pun tak ada. darimana jumlah satu batalyon? Jika dikumpulkan juga
paling-paling cuma dua kompi," kenang Nadi sambil tertawa.
Benny Moerdani kelak menjadi Panglima ABRI dengan pangkat jenderal
bintang empat. Dia menjadi salah satu tokoh legendaris ABRI di masa orde
baru.
Saturday, June 1, 2013
kisah pasukan kopassus
12:20 AM
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment