Ohka adalah salah satu pesawat yang digunakan
dalam misi bunuh diri Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun) menjelang
berakhirnya Perang Dunia II di medan Pasifik atau Perang Asia Timur
Raya (Dai Toa Senso).
Kamikaze yang resmi dibentuk Laksdya Takijiro Ohnishi pada 20 Oktober
1944, dalam kenyataannya bukanlah hanya terdiri dari pesawat terbang
bermuatan bom yang ditabrakkan pilotnya ke kapal perang musuh. AL Jepang
juga menyiapkan bom terbang, berupa roket bermuatan peledak. bom
terbang ini dijatuhkan dari sebuah pesawat pengebom. Begitu lepas dari
pesawat induknya, mesin roket akan menyala dan melesatkan roket ke arah
sasaran. Pengendalinya seorang pilot, karena sistem kendali radio waktu
itu masih dalam pengembangan
Seorang letnan muda AL bernama Shohichi Ota dikenal sebagai pencetus
gagasan bom terbang ini. Ia berpikir, basil serangan bunuh diri dengan
senjata ini akan jauh lebih besar dibanding pesawat terbang bermuatan
bom. Sebab kecepatan roket lebih tinggi dan muatan peledaknya pun lebih
besar. Ota diketahui berusaha keras `menjual’ gagasannya kepada
atasannya. Pada suatu hari pertengahan 1944, ia datang ke Laboratorium
Riset Aeronautik AL dan menemui pimpinan bagian perancangan “Pesawat
Masa Depan”, Letkol Tadano Mild, seorang perwira teknik yang andal.
Profil Ohka yang merupakan bom terbang bertenaga roket yang dikendalikan
seorang pilot. Sejumlah pesawat pengebom Jepang, Mitsubishi G4M2, yang
bisa berfungsi sebagai penggendong Ohka sebelum diluncurkan ke target
musuh.
Dalam pertemuan yang dihadiri pimpinan laboratorium Laksamana Misao Wada
dan beberapa perwira peneliti lainnya, Letda Oka menjelaskan konsep bom
roketnya yang dapat dilepaskan dari sebuah pengebom serang Betty dari
Mitsubishi. Propelan roket ini adalah kondensasi hydrogen peroxide dan
hydrated hydrogen. Bahan bakar cair yang dikembangkan Mitsubishi ini
telah dimanfaatkan AD Jepang guna mengembangkan roketnya. Ota mengatakan
propelan ini pun dipakai Jerman untuk roket Komet. Tetapi Mild tak
terkesan. “Ini orang pasti tolol. Beginikah yang ia sebut sebagai
senjata baru?” pikir Mild.
Dikendalikan pilot
Mild lalu bertanya mengenai sistem pengendaliannya, namun Letnan Ota
tidak segera menjawab dan malah tampak agak gelisah. Mild pun mengulang
pertanyaannya, dengan menerangkan bahwa yang ia maksud adalah peralatan
untuk memastikan bahwa roket akan tepat mengenai sasarannya. Ota lalu
mengangguk dan menyahut. “Seseorang yang berada di dalamnya.” Mild tak
percaya dengan apa yang ia dengar. “Apa,” teriaknya bercampur antara
tidak percaya dan marah. “Kamu benarbenar idiot. Kita tidak akan pernah
membuat barang semacam itu,” tambah Mild.
Wajah Ota
memerah, tetapi berusaha tenang. Dia lalu mengingatkan betapa posisi
Jepang dalam perang ini semakin mencemaskan. Musuh menguasai udara, dan
Jepang tidak mungkin menghentikan kekuatan invasi musuh hanya dengan
cara konvensional. “Rencana saya adalah menghancurkan armada kapal induk
musuh dengan menabrakkan diri guna membalikkan situasi. Ini vital buat
kelangsungan hidup negara kita. Karena itu kita harus membuat senjata
ini”.
Perdebatan sengit itu berakhir ketika Letkol Mild bertanya kepada Ota.
“Kamu menyarankan senjata ini ditabrakkan ke sasaran, tetapi siapa yang
akan memilotinya.” Langsung Letnan Ota menjawab, “Tentu saja saya yang
akan melakukan.” Seusai pertemuan, Mild curiga bahwa Laksmana Wada
selaku pimpinan laboratorium riset AL diam-diam telah mendukung gagasan
Ota, dan bahkan akan merekomendasikannya kepada jajaran lebih tinggi di
Mabes AL.
Ternyata benar. Wada meneruskan gagasan Ota kepada Departemen Aeronautik
AL, yang langsung menindaklanjutinya. Akhirnya hal ini sampai ke
kalangan pimpinan Staf Umum Mabes AL. Mereka tertarik karena senjata ini
mungkin memang berguna dalam Operasi Sho yang akan dilancarkan untuk
menahan invasi Amerika. Pertengahan Agustus 1944 keluar instruksi kepada
Laboratorium Riset Aeronautik AL agar memulai produksi percobaan bom
roket yang diberi nama sandi Maru Dai. Maru artinya lingkaran, dan Dai
yang juga bisa dibaca sebagai “0″, adalah untuk menghormati penemunya,
Shoichi Ota. Mild pun menyerah.
Bunga ceri yang meledak
Bom terbang ini dirancang memiliki panjang 6,07 m, tinggi 1,16 m, dan
rentang sayap 5,12 m. Roket sayap beratnya 140 kg, roket pada badan 360
kg, dan badan pesawat sendiri 440 kg. Bahan peledaknya mencapai 1.200
kg, sehingga berat seluruh bom terbang ini 2.140 kg. Berbagai uji coba
secara intensif dilakukan, termasuk oleh Tadano Mild, perwira teknik
yang semula menentang keras roket untuk serangan bunuh diri tersebut.
Satu-satunya soal pada Maru Dai adalah jarak jelajahnya, paling banter
hanya mencapai 60 km. Padahal jarak terbang pesawat Amerika untuk
melindungi kapal perangnya mencapai 90 km. Ini berarti sebelum cukup
mendekati sasaran, pesawat pengebom pembawa Maru Dai dapat diserang oleh
pesawat patroli musuh. Karena itu tak ada jalan lain, pesawat pengebom
Jepang harus mampu menembus patroli pesawat Amerika, serta mencapai
jarak hanya 25-30 km dari sasaran untuk melepaskan bom terbangnya. Untuk
itu diperlukan pesawat pemburu guna melindungi. Awal September, dari
fasilitas laboratorium AL yang dijaga keras kerahasiaannya, muncul dua
pesawat bom roket yang telah selesai dibuat.
Keduanya khusus untuk uji coba terbang, dan diberi nama resmi Ohka atau
“Bunga Ceri yang Meledak”. Pada kedua sisi hidungnya, digambari bunga
ceri berwana merah muda atau pink. Uji terbang dengan dilepas dari
pengebom Betty dinyatakan berhasil, termasuk sebuah Ohka yang mampu
didaratkan kembali oleh pilotnya. Namun ada juga pilot yang tewas ketika
gagal melakukan pendaratan. Setelah rangkaian uji coba, bulan November
mulai dilakukan latihan bagi para calon penerbangnya.
Korps Dewa Guntur
Para pilot yang tergabung dalam Korps Dewa Guntur (Thunder Gods Corps)
ini dipimpin Kolonel Motoharu Okamura, yang sejak awal terlibat dalam
program pengembangan Ohka serta pembentukan korps penerbangnya. Okamura
sejak pertengahan 1944 selalu mengusulkan cara serangan khusus terhadap
armada Amerika. Istilah ‘serangan khusus’ ini adalah sekadar untuk
menghaluskan kata `serangan bunuh dire. Januari 1945 datang utusan
Kaisar ke pangkalan korps, menyatakan penghargaan atas semangat para
pilotnya yang ketika itu sudah lebih dari 150 orang.
Selanjutnya korps disebar, antara lain ke Jepang bagian selatan juga ke
pangkalan di Taiwan dan Shanghai. Markas besar korps ini di pangkalan
udara Konoya di Kyushu, Jepang bagian selatan. Korps saat itu selain
sudah memiliki 162 Ohka dan 72 pesawat induknya, juga mendapat 108
pesawat Zero tipe Z-Serang khusus untuk serangan bunuh diri. Sementara
itu persiapan invasi musuh semakin terasa. Pesawat Amerika terus
melakukan pengintaaian dan serangan terhadap berbagai sasaran di Jepang,
termasuk mulai memakai pengebom strategis B-29.
Tanggal 17 Maret, Laksdya Matome Ugaki selaku Panglima Armada Udara
Kelima AL menerima laporan adanya armada musuh yang mendekati Kyushu.
Ugaki terus memantau. Pada dinihari 18 Maret is memerintahkan menyiapkan
serangan all-out. Tetapi hari itu tak kurang dari 1.460 pesawat Amerika
mendahului menyerang. Seusai serangan itu, Ugaki meminta Korps Dewa
Guntur melakukan aksi pertamanya. Namun gempuran hebat Amerika datang
lagi, sehingga rencana Jepang berkamikaze dengan mengoperasikan Ohta pun
gagal.
Friday, May 17, 2013
Bom Jepang Berisi Manusia [OHKA]!!
12:12 AM
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment